Fabfire Work Campaign, Jakarta Sebagai tulang punggung perekonomian nasional, peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia harus terus didorong agar kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi semakin besar.
Hal ini penting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Oleh karena itu, seluruh pemangku kepentingan, baik swasta maupun negara, harus memperkuat kerja sama agar peran UMKM semakin optimal.
Pentingnya UMKM bagi perekonomian nasional diakui Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden Jokowi menyatakan, terdapat 65 juta usaha kecil dan menengah di Indonesia yang berkontribusi 61 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) negara dan menyerap 97 persen angkatan kerja.
Oleh karena itu, jika kita memberi perhatian khusus pada usaha kecil dan menengah, tidak salah,” kata Jokowi saat peluncuran BRI Microfinance Outlook 2024 di Jakarta, Kamis (03/07/2024).
Dalam acara tersebut, Jokowi memuji BRI yang berhasil menerapkan perbankan digital hingga tingkat warung kecil, mengelola 740 ribu agen BRILink dan transaksi tahunan mencapai Rp 1400 triliun. Inisiatif ini diyakini akan mengurangi dominasi rentenir dan memperkuat sektor keuangan mikro.
Ia juga menyalurkan bantuan pemerintah berupa subsidi Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 46 triliun yang bertujuan untuk menurunkan suku bunga usaha kecil dan menengah.
Menurutnya, program keuangan mikro dan peningkatan kualitas produk UMKM, termasuk perbaikan kemasan dan branding, menjadi faktor penting dalam memperkuat daya saing dan kapabilitas UMKM.
Sejalan dengan prioritas dan program pemerintah, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. dan PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) upaya konkrit untuk mendorong peran UMKM dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Dalam salah satu sesi BRI Microfinance Outlook 2024, Direktur Penjualan Sampoerna Ivan Cahyadi mengatakan pihaknya memiliki visi yang sama dengan BRI untuk membawa perubahan bagi UKM.
“UMKM harus memimpin, memantau, dan memberikan akses kepada mereka. Kita bisa melakukan ini bersama-sama, meski banyak tantangan, kita tetap optimis bisa #Lebih Baik,” ujarnya.
Sampoerna, lanjut Ivan, berkomitmen mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah secara nasional melalui program Sampoerna Retail Community (SRC) yang telah dilaksanakan selama 16 tahun. Komitmen ini bermula dari sejarah perusahaan yang awalnya didirikan sebagai UMKM atau toko kelontong.
“Dari 60 juta UKM yang ada di Indonesia, masih terdapat sekitar 4 juta pengecer tradisional di seluruh Indonesia yang tidak dikelola dengan baik. Mereka hidup dalam kegelisahan karena begitu muncul pelaku usaha modern yang bermodal kuat, mereka terancam tutup, kata mereka.
Inilah para pemain ritel tradisional yang secara konsisten didorong oleh Sampoerna melalui program SRC. Hingga awal tahun 2024, SRC akan memiliki jaringan lebih dari 250 ribu toko kelontong di seluruh Indonesia yang tergabung dalam 8.200 Asosiasi dan bekerja sama dengan lebih dari 6.300 toko kelontong yang tergabung dalam Mitra SRC. Dengan jumlah anggota yang begitu besar, tambah Ivan, SRC mempunyai pengaruh yang nyata, tidak hanya bagi pemilik toko, namun juga bagi masyarakat luas dan Indonesia.
Berdasarkan riset yang dilakukan tim riset media Kompas Gramedia (KG), total omzet toko SRC diperkirakan mencapai Rp 236 triliun pada tahun 2022 atau setara dengan 11,4 persen PDB ritel nasional pada tahun 2022. Selain itu, pemilik The SRC. toko tersebut juga akan mengalami peningkatan trafik hingga 42 persen setelah memasuki SRC Store.
Bantuan yang diberikan meliputi aspek fisik toko dan rantai pasok, serta dukungan agar toko kelontong dapat beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan digitalisasi. Dukungan tersebut diwujudkan melalui ekosistem digital AYO oleh SRC. Dalam hal ini BRI turut berpartisipasi khususnya untuk meningkatkan akses dan literasi keuangan bagi usaha kecil menengah di toko kelontong.
Kini Toko SRC dapat membuka rekening dengan proses yang mudah dan melakukan transaksi digital melalui BRIVA untuk pembelian di mitra SRC serta QRIS untuk transaksi dengan pelanggannya. Melalui bisnis ini pemilik SRC Shop dapat memanfaatkan layanan perbankan untuk lebih mengembangkan bisnis tokonya.
Kehadiran SRC juga memberikan manfaat bagi UMKM lain di sekitar SRC Store melalui local corner yang didedikasikan untuk memasarkan produk UMKM lokal. Produk UMKM yang dijual melalui sudut lokal di toko SRC diharapkan memiliki omzet 40 persen lebih tinggi dibandingkan produk UMKM yang dijual di toko kelontong di luar SRC. Bahkan, total transaksi lokal secara nasional mencapai Rp 5,65 triliun menurut riset KG Media. SRC juga berperan dalam menciptakan lapangan kerja dimana 51 persen toko SRC mampu menciptakan lapangan kerja baru melalui penambahan karyawan.
Ivan juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersinergi dan bekerja sama dalam memberikan dukungan kepada usaha kecil dan menengah di bidang perdagangan besar. Oleh karena itu, Direktur Bisnis Mikro PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Supari mengatakan Indonesia memiliki optimisme penguatan peran UMKM yang dapat dipercepat dalam hal literasi dan orkestrasi pengambil kebijakan.
“Untuk maju menuju negara sejahtera pada tahun 2032-2034, perlu dilakukan percepatan peningkatan jumlah UMKM sehingga dapat menghasilkan produktivitas secara agregat, di samping itu juga perlu dilakukan percepatan produktivitas UMKM itu sendiri. . , “katanya. Dia berkata.
Selain itu, pemerintah juga perlu membangun motivasi masyarakat Indonesia untuk mau menjadi pemain UMKM.
“Hal ini harus dibangun dengan kebijakan negara yang nyata dan konkrit yang memberikan insentif kepada seluruh warga negara untuk menjadi wirausaha. “Kalau begitu, sebenarnya dengan adanya bonus demografi Indonesia, pada tahun 2032-2034 jumlah UMKM akan mencapai 83 juta, itu tidak cukup, sehingga dengan akselerasi ini UMKM harus mencapai 96-100 juta untuk mencapai Indonesia Emas,” ujarnya. . menjelaskan.
Tak hanya itu, Supari menilai literasi juga diperlukan untuk meningkatkan produktivitas.
“Kita perlu melakukan penetrasi untuk meningkatkan produktivitas, memindahkan usaha kecil dan menengah kita yang saat ini masih berada di level informal, ke level formal. “Literasi yang paling dibutuhkan adalah literasi digital, yang tidak hanya terkait dengan perluasan pasar, tetapi juga proses produksi, evaluasi, dan inovasi,” imbuhnya.